Setelah beberapa hari yang lalu menceritakan proses penulisan artikel hukum memotong kuku di malam hari dikarenakan banyaknya pertanyaan yang muncul bagaimana hukum memotong kuku di malam hari yang bahkan sampai menghubung-hubungkan dengan khasiat memotong kuku di malam jumat segala.
Sebagaimana saya ceritakan di artikel tersebut kalau saya menggunakan bahasa Arab sebagai bahan pencarian di google search (mengikuti gaya belajar kids jaman now yang ngajinya dari internet).
Masih terekam di sana bahwa kata kunci (keyword) yang saya pakai adalah “hukmu qath’il adhfaar fil laili” yang berarti “hukum memotong kuku di malam hari”.
Sekarang coba pembaca cermati kata qath’i yang merupakan bentuk mashdar (kata benda) dari kata kerja qatha’a (memotong). Sedangkan subyek (isim fa’il) dari qatha’a menjadi qathi’ (pemotong).
Dari situ kita tarik frase qathi’ adhfar (kegiatan memotong kuku) merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan syariat agama, seperti adanya perintah kapan disunnahkannya memotong kuku, dimakruhkannya ketika haid atau junub, dan lain-lain. Tentunya pun menjadi sebuah pelajaran yang harus disampaikan kepada umat pemeluk agama. Dan menyampaikan hukum dan seluk-belum kegiatan memotong kuku juga menjadi bagian tugas pendakwah agama, begitu pula para dai yang berasal dari Arab untuk menyampaikan "hukum memotong kuku" kepada masyarakat Islam di Indonesia/Jawa.
Akhirnya masyarakat lokal yang sering diperintah dengan kata qathi’ pun dengan latahnya ikut bilang katik..! katik..! (potong..! potong..!) ketika bertemu dengan sesama masyarakat lokal.
Seiring zaman kata katik (Arab-Jawa) pun masih berubah lagi menjadi kuthek yang kemungkinan besar dikarenakan sebab lidah dan fonologi masyarakat yang pelat dan menjadi kata kuthek.
Adapun penambahan s di akhir kuthek sendiri biar rada keren saja. Dalam bahasa Jawa sendiri malah menjadi piteks. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada diagram di bawah ini.
Jadi, menjadi wajar juga jika serba-serbi kegiatan memotong kuku yang kembali dihubungkan terhadap syariat Islam itu sendiri, seperti adanya pertanyaan: Bagaimana hukum memotong kuku di malam hari?
Lumayan dapat pemahaman baru kan (walaupun ala kadarnya), tetapi masuk akal kok kalo sekiranya kuteks itu memang berasal dari kata qathi’ yang semula bertujuan perintah agama Islam untuk memotong kuku sekarang malah berubah arti menjadi pewarna, khususnya pewarna kuku.
Perlu diingat ini adalah klaim saya pribadi. Jika berminat silahkan disebarkan asal jangan lupa cantumkan sumbernya. terimakasih.
Sebagaimana saya ceritakan di artikel tersebut kalau saya menggunakan bahasa Arab sebagai bahan pencarian di google search (mengikuti gaya belajar kids jaman now yang ngajinya dari internet).
hukmu qath’il adhfaar fil laili |
Masih terekam di sana bahwa kata kunci (keyword) yang saya pakai adalah “hukmu qath’il adhfaar fil laili” yang berarti “hukum memotong kuku di malam hari”.
Sekarang coba pembaca cermati kata qath’i yang merupakan bentuk mashdar (kata benda) dari kata kerja qatha’a (memotong). Sedangkan subyek (isim fa’il) dari qatha’a menjadi qathi’ (pemotong).
Dari situ kita tarik frase qathi’ adhfar (kegiatan memotong kuku) merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan syariat agama, seperti adanya perintah kapan disunnahkannya memotong kuku, dimakruhkannya ketika haid atau junub, dan lain-lain. Tentunya pun menjadi sebuah pelajaran yang harus disampaikan kepada umat pemeluk agama. Dan menyampaikan hukum dan seluk-belum kegiatan memotong kuku juga menjadi bagian tugas pendakwah agama, begitu pula para dai yang berasal dari Arab untuk menyampaikan "hukum memotong kuku" kepada masyarakat Islam di Indonesia/Jawa.
Kegiatan memotong kuku |
Proses Perubahan Qathi' Menjadi Kuteks
Kira-kira dai Islam ketika bertemu dengan masyarakat Indonesia/Jawa yang kukunya panjang-panjang akan berkata: “qathi’..! qathi’..!” (potong..! potong..!) – sambil menunjuk kuku.Akhirnya masyarakat lokal yang sering diperintah dengan kata qathi’ pun dengan latahnya ikut bilang katik..! katik..! (potong..! potong..!) ketika bertemu dengan sesama masyarakat lokal.
Seiring zaman kata katik (Arab-Jawa) pun masih berubah lagi menjadi kuthek yang kemungkinan besar dikarenakan sebab lidah dan fonologi masyarakat yang pelat dan menjadi kata kuthek.
Adapun penambahan s di akhir kuthek sendiri biar rada keren saja. Dalam bahasa Jawa sendiri malah menjadi piteks. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada diagram di bawah ini.
Proses asimilasi kata kuteks |
Jadi, menjadi wajar juga jika serba-serbi kegiatan memotong kuku yang kembali dihubungkan terhadap syariat Islam itu sendiri, seperti adanya pertanyaan: Bagaimana hukum memotong kuku di malam hari?
Lumayan dapat pemahaman baru kan (walaupun ala kadarnya), tetapi masuk akal kok kalo sekiranya kuteks itu memang berasal dari kata qathi’ yang semula bertujuan perintah agama Islam untuk memotong kuku sekarang malah berubah arti menjadi pewarna, khususnya pewarna kuku.
***
1 Comments
Punya dompet eletrik JENIUS/BTPN????
Mari bergabung dengan kami di Winning303 Segera....
Dapatkan bonus berlimpah setiap Regis
Informasi Lebih Lanjut, Silakan Hubungi Kami Di :
- WA : +6287785425244
Melayani LiveChat 7 x 24 Jam Nonstop